Regional Finance In Indonesia : an East Java Case Study

Dalam tahun 80-an pengeluaran untuk Inpres di daerah menurun, baik secara absolut maupun relatif dibandingkan dengan total pengeluaran pemerintah maupun dengan produk domestik bruto. Ini disebabkan karena pengetatan anggaran pemerintah sebagai akibat kemerosotan harga minyak dunia dan kenaikan kewajiban pembayaran hutan luar negeri. Menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi mengharapkan bantuan pusat untuk membiayai proyek-proyek pembangunan, pemerintah daerah terpaksa mencari jalan untuk meningkatkan penerimaan daerah sendiri. Studi ini memakai Jawa Timur sebagai studi kasus. Kesimpuian yang didapat dari pengamatan Jawa Timur mungkin berlaku pula bagi daerah-daerah lain. Dari survey ini terlihat bahwa trend keuangan daerah sampai saat ini tidak menggembirakan. Memang benar bahwa di Jawa Timur, seperti juga di daerah-daerah lain pemerintah daerah tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan tingkat desa tidak memiliki sumber pendapatan yang "gemuk," tetapi ada bukti-bukti bahwa pemerintah daerah juga tidak berhasil mengembangkan sumber pajak yang mereka kuasai. Ini terutama berlaku untuk tingkat kabupaten dan desa di mana pendapatan pajak tidak naik secepat kenaikan PDB daerah